Profil Luqman dan Petuah-petuahnya

An-Nâqil : Dar El Azka & Fauzi Hamzah

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji’.”

Luqman, nama lengkapnya adalah Luqman bin Faghur bin Nakhuur bin Tarih. Demikian pendapat yang dikemukakan Muhammad bin Ishaq. Menurut versi lain, nama lengkapnya Luqman bin ‘Anqo’ bin Saduun.

Dalam sebuah hadis, Ibnu Umar menyatakan “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: ‘Luqman bukanlah seorang Nabi. Akan tetapi ia adalah seorang hamba yang gemar tafakkur, berkeyakinan baik dan cinta kepada Allah. Hingga Allah mencintainya dan kemudian menganugerahi hikmah kepadanya.” Pendapat jumhur ulama pun mengungkapkan bahwa beliau adalah seorang wali yang saleh. Meski pendapat lain menyatakan beliau adalah seorang nabi.

Suatu ketika seorang laki-laki mendapati Luqman sedang berbicara dengan hikmah. Ia pun terheran heran dan bertanya, “Bukankah Anda adalah penggembala kambing?” Luqman menyahut, “Benar.” “Lalu, bagaimana Anda bisa mendapat derajat seperti itu?” tanyanya. Ternyata Luqman memberikan jawaban yang cukup mengherankan, “Demikian ini aku peroleh adalah dengan selalu besikap jujur dalam berbicara, menunaikan amanat yang aku emban dan menghindari hal-hal yang tidak berguna.”

Postur Luqman adalah sosok laki laki yang berkulit hitam dan berbibir tebal. Bila beliau memergoki seseorang yang memandanginya, beliau akan berkata, “Jika engkau melihatku orang yang berbibir tebal, tapi yang mengalir dari bibir ini adalah perkataan yang lembut. Dan jika engkau melihatku berkulit hitam, tapi hatiku seputih kapas.”

Sebenarnya Allah telah menyodorkan satu di antara dua pilihan kepada Luqman. Menjadi khalifah di bumi (nabi) atau mendapatkan hikmah. Dan ternyata Luqman lebih memilih diberi hikmah. Pada saat beliau tertidur di tengah hari, tiba tiba ada suara memanggilnya, “Wahai Luqman, bukankah Allah telah memperkenankan engkau menjadi khalifah di bumi? Sehingga engkau bisa menegakkan hukum dengan haq?” Luqman menjawab, “Bila Allah memberikan pilihan kepadaku, maka aku akan memilih selamat dan dijauhkan dari cobaan. Dan bila Allah menegaskan pada hanya satu pilihan, maka aku hanya akan patuh dan taat. Karena aku yakin Allah akan memberikan pertolongan kepadaku.” Kemudian suara malaikat tadi bertanya lagi, “Wahai Luqman, bukankah engkau diperkenankan untuk mendapatkan hikmat?” Dengan indah beliau menjawab, “Sesungguhnya seorang hakim itu berada pada posisi yang sangat berat dan yang paling keruh. Ia akan dikelilingi orang-orang teraniaya dari segala penjuru. Bila ia bersikap adil, ia akan selamat. Sebaliknya bila ia melakukan kekeliruan, berarti ia akan tersesat jalan menuju surga. Seseorang yang menjadi hina di dunia akan lebih baik daripada menjadi orang mulia. Barang siapa yang memilih dunia dari pada akhirat, ia akan dicampakkan dunia dan tak dapat memperoleh akhirat.” Malaikat tercengang kagum mendengar jawaban yang disampaikan Luqman. Kemudian Allah memerintahkan untuk memberinya hikmat.

“Hikmat” adalah pemahaman yang mendalam dalam bidang agama, kecerdasan akal dan kebenaran dalam ucapan.

(وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ( لقمان 13

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’.”

Luqman adalah seseorang yang paling sayang dan cinta kepada anak-anaknya. Maka sepantasnya beliaupun ingin memberikan hal yang terbaik untuk mereka. Karena itulah yang mula-mula dinasihatkan kepada anaknya adalah menghindarkan diri dari mempersekutukan Allah dengan apapun. Mempersekutukan Allah adalah bentuk kazaliman. Sebab mempersamakan Dzat yang berhak disembah dengan yang tidak berhak berarti meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Sewaktu turun ayat 82 surat Al An’am yang artinya, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk,” para sahabat menjadi gundah gulana. Mereka bertanya tanya siapa di antara mereka yang tidak mencampur adukkan keimanannya dengan kezaliman. Kemudian Rasulullah menjelaskan, “Sesungguhnya tidak demikian. Tidakkah kalian ingat nasihat Luqman kepada anaknya: Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik adalah bentuk kezaliman yang besar.”

Selanjutnya Allah memperkokoh nasihat Luqman tadi dalam ayat:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ  وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”

Kepatuhan dan berbuat yang terbaik kepada kedua orang tua adalah suatu perintah Allah. Terlebih lagi terhadap seorang ibu. Sebab berbulan-bulan lamanya beliau mngandung anaknya dengan menanggung segenap penderitaan. Setelah itu, siang malam selalu disibukkan dengan menyusui, merawat, menjaga dan mengasuhnya dengan penuh kecintaan. Hingga tiba waktunya untuk menyapihnya setelah ia genap berumur dua tahun. Karena itu lah sudah sepantasnya beliau lebih berhak untuk kita hormati dan kita muliakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.